CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 01 Februari 2008

TEmpE

Beberapa waktu yang lalu, pada saat harga kedelai sedang tinggiii banget (sekarang juga masih..), sebagian besar masyarakat mengalami kesulitan membeli tempe, selain tempe yang tiba2 menghilang dari pasar atau kalo ada juga harganya berkali2 lipat. Misalnya, harga tempe yang kecil dibungkus pake daun pisang atau koran biasanya dengan uang Rp1000 dapat sepuluh (@ Rp100) sekarang jadi @ Rp250, atau tempe yang satu batangnya dulu Rp2500 tiba2 jadi Rp3000-3500. Otomatis kalo mau makan tempe harus mengeluarkan uang minimal 2x lipat dari yang biasanya, atau mengurangi konsumsi tempe, yang biasanya tiap hari ada tersedia di meja makan.

Buat v dampaknya lumayan, budget uang belanja makan v tiap harinya jadi nambah, karena ternyata naiknya kedelai menimbulkan efek domino, diikuti dengan naiknya harga minyak goreng, apalagi minyak goreng yang selama ini v pakai dibuat dari kedelai, makin bengkak d budget v.

Suatu kali v ga sengaja nonton Kroscek di TransTV, ceritanya artis2 ditanyain pengaruh kenaikan harga tempe dengan mereka, v lupa siapa aja tapi yang v ingat banget waktu yang ditanyain itu Ronal Ekstravaganza n Sogi Ekstravaganza, pada saat ditanya tentang pengaruh naiknya harga tempe keduanya menjawab “ ga ada pengaruh sama sekali dengan gue, harga kedelai emang sedang naik mau diapakan lagi?” (kurang lebih jawabannya seperti itu). Saat itu v beteee banget dengernya, dalam pikiran v “ya iiyalah ga ada pengaruh buat mereka, secara per episode ekstravaganza mereka mungin dapat duit lumayan besar, belum lagi acara2 off air lainnya, presenter acara di sana-sini, jadi ya wajar aja sama sekali ga terpengaruh dengan harga tempe yang sekarang mahal.” Tapi coba d satu kali aja liat ke bawah, ke masyarakat yang punya penghasilan menengah ke bawah, menu sehari2 pasti tempe, entah itu goreng tempe, kering tempe, oseng2 tempe, lodeh tempe, atau menu lain yang isinya tempe, karena harga tempe lebih murah, sangat terjangkau. Selain murah, tempe atau tahu juga sumber protein, sumber gizi bagi mereka, yang ga bisa mereka peroleh dari telur, daging ayam atau daging sapi karena mereka ga mampu membelinya. Contoh konkrit v ada, mbak yang nolongin dirumah (mbak Pon) menu tiap harinya mesti tempe, di oseng, di lodeh, dibikin kering tempe, plus sayur, atau kalo mau agak mewah sekali-kali dadar telur, sekaleng sarden aja yang harganya Rp7500 yang selama ini v anggap murah ternyata bagi mbak Pon dianggap mahal karena ga cukup untuk sampai makan malam, lain halnya dengan tempe yang dengan harga Rp1000 dapat 10, cukup menyediakan uang Rp3000, dapat banyak tempe untuk makan satu hari. Mbak Pon dan keluarganya makan daging sapi cuma kalo Lebaran Idul Adha karena dapat daging kurban, atau makan daging ayam kalau ada tetangga yang ngadain acara nikahan dan mabk Pon dimintai ngerewang (bantu2 masak). Nah dengan harga tempe @ Rp250 dan budget Rp 3000 untuk beli tempe jadinya 12 tempe, jauh lebih sedikit dari jumlah yang biasa dibeli. Belum lagi dengan pabrik2 tempe, yang merupakan usaha kecil tiba2 harus gulung tikar karena ga kuat lagi untuk membeli kedelai yang merupakan bahan utama tempe.

Satu waktu juga Bayu pernah cerita waktu salah seorang menteri negara kita yang terkait dengan masalah pertempean di Indonesia ini diwawancara tentang kenaikan harga tempe jawabannya “ya mau gimana lagi, harga kedelai emang sedang naik” Baaah jawaban apa pula itu… ga perlu jadi doktor kalo cuma bisa kasi jawaban tolol macam itu. Tidak memberikan solusi sama sekali. Padahal masyarakat menderita, diteror dari berbagai sisi, minyak tanah mahal, beras mahal, minyak goreng mahal, telur mahal, sampai tempe pun mahal. Gimana menjadikan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik, sementara satu2nya sumber gizi yang murah yang mampu dibeli oleh masyarakat berpenghasilan menengah kebawah juga udah langka?? Ga heran di Indonesia banyak balita menderita gizi buruk.

Hidup Indonesia!

0 komentar: