CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 06 Februari 2008

MiRIs

Tulisan ini v ambil dari Harian Kompas Selasa, 5 Februari 2008.

Beban Rakyat Miskin: Mereka Mengurangi Jatah Makan agar Tetap Hidup


Sembari bercucuran peluh, Mbah Semi yang berusia sekitar 60 tahun, setapak demi setapak menaiki tangga Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Sorot matanya memancarkan rasa lelah selepas mengangkut karung berisi berbagai kebutuhan pokok seberat 20 kilogram.


Buruh gendong asal Gamping, Sleman, ini kemudian kembali duduk di tepi tangga sambil meneguk segelas teh manis. “Soalnya kalau siang saya tidak makan, jadi gantinya hanya minum teh ini saja, kalau ndak nanti saya lemas,” ujar Semi dengan badan gemetar.


Keadaan tersebut hanya sekelumit kisah Semi akibat dampak kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok belakangan ini. Semi mengubah pola makannya demi bertahan hidup. “Dulu bisa tiga kali makan, sekarang paling banyak hanya dua kali,” ucap perempuan yang sudah menjadi buruh gendong sejak tahun 1953 ini.


Semi mengaku hanya makan ketika pagi hari, begitu sampai pasar dan setelah pulang dari pasar (sore hari), sesampainya di rumah.


Selain harus mengubah pola makan, Semi pun juga harus mengganti menu makannya. “sebelum harga2 pada naik, saya biasa sarapan menggunakan nasi, sayur, tempe atau tahu. Namun setelah harga pada naik, saya tidak berani lagi makan dengan tempe atau tahu. Cukup makan nasi pakai sayur saja,” tutur Semi sambil tersenyum miris. Untuk sarapan nasi dan sayur, Semi perlu menyisihkan Rp2000. Padahal, sekitar sebulan yang lalu, ia bisa makan nasi, sayur beserta tempe atau tahu goreng dengan mengeluarkan uang dalam jumlah yang sama. “Tempe gorengnya sendiri saja sudah Rp500. Lebih baik saya makan pakai sayur saja,” tutur Semi.


Dengan berpenghasilan sekitar Rp10.000-Rp15.000 per hari, Semi menghabiskan Rp7000 untuk ongkos transportasi menggunakan bus dan Rp2000 untuk sarapan. Untuk itu, dia berani makan hingga dua kali di pasar ini. “Nanti saya tidak bisa bawa uang ke rumah,” ujarnya.


Semi mendapatkan upah sekitar Rp1000-Rp3000 per sekali angkut barang. “Tergantung berat karungnya dan jauh jarak tempuhnya”, ujar Semi. Paling banyak dalam sehari, ia hanya mengangkut hingga tujuh kali. Uang yang dia bawa pulang ke rumah pun hanya cukup untuk belanja kebutuhan pokok sehari2. “Paling sekitar Rp5000.” Seringkali demi mencukupi kebutuhan sekhari2, Semi terpaksa pinjam uang dengan kerabatnya.


Menghadapi situasi semacam ini, Semi tidak punya pilihan lain kecuali menyesuaikan diri. Ia pun berharap segera terjadi perubahan terhadap berbagai kesulitan ekonomi yang membelitnya.


Kenaikan harga sekarang ini sungguh membebani rakyat miskin. Segala penderitaan ditengah serba kekurangan. Mau dibawa kemana sekarang Indonesia ini?

0 komentar: